Kesehatan Anda

Tentang Kesehatan ibu dan janin

inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh

Kesehatan Anda, Pada Artikel kesehatan yang anda baca kali ini dengan judul inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh, mudah-mudahan artikel yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.


sholat jamak ya itu adalah sholat dimana kita lakukan ketika berpergian jauh. secara bahasa berati mengumpulkan sedangkan menurut pengertian mengumpulkan 2sholat dalam satu waktu seperti sholat dzuhur dan sholat ashar sholat maghrib dan sholat isya' sedangkan waktu sholat subuh tidak boleh di gabungkan dengan sholat apapun.
Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :
 a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
 b. Apabila turun hujan lebat
 c. Karena sakit dan takut
 d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali).

Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293).

Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).

Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).

Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :
1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib.

Syarat Sah Jama' Taqdim :
a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama
b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama, misalnya Dhuhur.

2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.

Syarat Sah Jama' Ta’khir :
a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku diwaktu Ashar.”
b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.

Catatan :
Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

HUKUM MENJAMA’ SHOLAT JUM’AT DENGAN ASHAR
Tidak diperbolehkan menjama’ antara shalat Jum’at dengan shalat Ashar dengan alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun dia adalah orang yang diperbolehkan menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar.

Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).

Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

HUKUM MUSAFIR SHALAT DIBELAKANG MUKIM
Shalat berjama’ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang musafir shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut yaitu 4 raka’at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar (dua raka’at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma. Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka’at apabila bersama kamu (penduduk Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua raka’at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah sunnahnya Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam Ahmad dengan sanad shahih. Lihat Irwa’ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh AL ALbani 317).

HUKUM MUSAFIR MENJADI IMAM MUKIM
Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai selesai (4 raka’at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam setelah dia (imam) salam dari dua raka’at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Makkah, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4 raka’at) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai empat raka’at setelah beliau salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178 dan Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/269).

Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4 raka’at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah mu’akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).

HUKUM SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum’at bagi musafir, namun apabila musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum’at maka wajib atasnya untuk mengikuti shalat Jum’at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam Syafi’i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah 3/216, Al Majmu’ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/370).

Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat jum’at dalam safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal 73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum’at dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia (Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum’at.”

Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak melaksanakan shalat Jum’at.

Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

Demikianlah Artikel inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh

Sekianlah artikel inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.


Anda sekarang membaca artikel inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh dengan alamat link https://namadandoa.blogspot.com/2017/02/inilah-tatacara-sholat-jamak-ketika.html


Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "inilah tatacara sholat jamak ketika kamu berpergian jauh"

 
Back To Top